Jika Pekerjaan Dihubungkan Dengan Tuhan |
Om Swastyastu,
Umat Se-Dharma Yang Berbahagia,
Melalui latihan rohani, terutama penelitian tentang batin kita akan dapat menyadari dan menikmati sifat Tuhan yang selalu ada dalam hati nurani kita. Kerinduan untuk memperoleh pencerahan pengetahuan suci ini, untuk menghayati Hyang Widhi Wasa dalam keberagaman. Hal ini dinyatakan dalam sebuah doa yang terdapat dalam Upanisad yaitu :
Om Asatoma Sadgamaya
Tamasoma jyothir ga maya
Mrtyorma amritam gamaya
"Tuntunlah kami dari yang palsu ke yang sejati
Tuntunlah kami dari yang gelap ke yang terang
Tuntunlah kami dari kematian ke kekalan."
Nilai berbagai obyek di dunia didasarkan pada tempat yang di duduki . Pekerjaan apapun yang kita lakukan, jika kita kerjakan demi Tuhan dan kita persembahkan kepada Tuhan, maka pekerjaan itu mempunyai nilai yang sangat tinggi. Dengan menghubungkan pekerjaan ini dengan Tuhan, ia menjadi suci dan mempunyai kemampuan yang besar.
Kita bisa mengerti hal ini dari contoh berikut. Jika kita melihat seekor tikus dalam rumah, kita akan mengambil tongkat dan mencoba membunuhnya. Kita merasa jijik melihat tikus. Akan tetapi menurut kepercayaan, tikus adalah kendaraan Dewa Ganesa. Bila kita menganggapnya demikian, kita akan menghormati sebagai wahana yang suci untuk Dewa. Apakah alasannya? Nilai yang tinggi yang didapat oleh tikus sebagai kendaraan Dewa Ganesa ialah karena ia dihubungkan dengan suatu perwujudan ketuhanan.
Begitu pula jika kita melihat ular, mungkin kita merasa takut lalu mengambil tongkat untuk mengusirnya. Atau mungkin kita mencari pawang ular untuk menangkapnya. Namun, kalau ular itu melingkar di leher Dewa Siwa, kita menyembahnya dan memberi penghormatan kepadanya. Apakah alasannya? Alasannya ialah ular itu telah mempersembahkan dirinya kepada Siwa dan mengabdi kepada-Nya. Karena itu ia menjadi suci seperti Siwa. Walaupun ia seekor ular yang berbisa, karena ia mempersembahkan dirinya kepada Tuhan, ia memperoleh keharuman dan kemuliaan.
Semoga berguna,
Om Santih, Santih, Santih, Om
Tiga Jenis Pandangan |
Om Swastyastu,
Umat Se-Dharma Yang Berbahagia, Siapa yang mempunyai kesadaran penuh dan mengembangkan wiwekanya, tidak akan mengalami penderitaan dan tidak akan dihinggapi rasa takut. Hanya orang yang mempunyai keterikatan kepada badan dan benda akan mengalami rasa takut dan penderitaan. Karena itu, Khrishna menyuruh Arjuna mengembangkan pandangan yang menyeluruh.
Pandangan yang menyeluruh ini diistilahkan dengan kata sudarshana yang berarti pandangan yang baik. Dewasa ini manusia mempunyai tiga jenis pandangan. Yang Pertama adalah pandangan yang berorientasi lahiriah. Pandangan ini dangkal, orang semacam ini hanya melihat penampilan luar orang lain seperti pakaian dan perhiasan yang dipakai, roman muka, ukuran tubuh dan ciri-cirinya, kekhasan suara dan sebagainya. Pandangan ini semata-mata berorientasi pada dunia yang kasat mata.
Pandangan yang kedua adalah pandangan bathin. Pandangan ini tidak melihat ciri-ciri luar orang lain. Orang yang mempunyai padangan bathin ini melihat tingkah laku orang lain dari pencerminan sikap, tabiat, tindak tanduk, dan ekspresinya. Karena itu orang yang mempunyai pandangan bathin berusaha mengetahui perasaan yang timbul dari hati seseorang dan buah pikirannya,sebagaimana tercermin dari apa yang dikatakan dan dilakukannya. Dengan kata lain, orang yang berorientasikan bathin melihat gejala lahiriah yang mencerminkan keadaan bathin. Sikap orang yang berpandangan demikian yaitu ia selalu berbicara dan bertindak menurut perasaan dan pikirannya.
Pandangan yang ketiga adalah pandangan atma. Orang yang mempunyai pandangan atma tidak membatasi persepsinya hanya pada penampilan lahiriah orang lain, atau pada perasaan seperti yang tercermin pada perbuatan dan ekspresinya, namun orang tipe ketiga ini telah mengembangkan pandangan yang terpadu. Ia melihat kemanunggalan bathin, kesadaran Tuhan yang ada pada setiap manusia, walaupun ada perbedaan fisik dan perbedaan tingkah laku semuanya mengalami perubahan dan pergantian. Karena itu, orang dengan pandangan atma tidak tertarik atau merasa senang atau tidak senang pada wujud fisik atau expresi orang lain. Pandangannya terpusat sepenuhnya kepada Tuhan sebagai penghuni tubuh. Ini merupakan pandangan yang suci.
Orang yang mempunyai persepsi yang utuh seperti itu menjadi alat Tuhan. Bukan saja ia menjadi alat Tuhan, tetapi sesungguhnya ia merupakan perwujudan dan personifikasi Tuhan sendiri. Kata Upanisad orang yang menyadari Brahman menjadi Brahman. Karena itu orang yang mempunyai pandangan demikian suci mempunyai sifat keTuhanan. Manusia akan menjadi seperti apa yang dilihat atau dibayangkannya. Untuk menjadi orang stithiprajna, orang yang mempunyai kebijaksanaan tertinggi, kita harus mengembangkan pandangan yang terpadu atau sudarshana dan terus menerus merenungkan ke Esaan diri sejati yang berada dalam segala keanekaragaman lahiriah. Karena itu, Krishna memerintah Arjuna agar selalu mengarahkan pandangannya kepada atma dan memegang Teguh pandangan yang utuh itu dalam keadaan apa pun.
Satyam Evam Jayathe,
Om Santih, Santih, Santih, Om
Dharma Sebagai Poros Pengendali |
oleh: Wayan Catra Yasa (wayan@id.beyonics.com), 26 Desember 2005
Om Swastyastu,
Dharma sebagai tujuan hidup yang utama dan mengabdi terhadap sesama makhluk dan beramal-kebaikan untuk kesejahteraan serta menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran, maka orang itu akan mendapat Wara Nugraha yang berlimpah dari Hyang Widhi yakni kebahagiaan dan atma itu bila menjelma kembali akan menikmati kebahagiaan hidup di dunia. Oleh sebab itu Hindu menekankan hendaknya berlaku tidak menyimpang dari tuntunan dharma. Karena akibat perbuatan jahat akan menerima hukuman yang sangat berat dari suatu pengadilan yang tidak nampak yang berkuasa menenggelamkan manusia yang jahat ke dalam kawah candra dimuka atau neraka.
Di dalam Vrshaspati Tattva, 25 dinyatakan tentang “Sila" yang artinya perbuatan baik dan "Yajnya" yang artinya melakukan pemujaan api. Disebutkan juga tentang "Tapa" yang berarti melakukan tapa brata, tentang "Anasika Bhiksu" yang artinya seseorang harus didiksa, dan "Yoga" adalah melakukan meditasi.
-
Sila menekankan hendaknya setiap manusia melakukan perbuatan yang baik yaitu perbuatan mulai yang tidak merugikan masyarakat, berusahalah agar masyarakat menjadi bahagia.
-
Yajnya menuntun orang untuk melaksanakan pemujaan api untuk memohon kepada Hyang Widhi yang bergelar Dewa Agni dengan harapan agar beliau menuntun dan memberikan penerangan kepada umat manusia, sehingga terhindar dari perbuatan jahat.
-
Tapa menuntun umat manusia agar mampu mengendalikan diri dari perbuatan perbuatan jahat yang muncul dari sufat rajas yakni pengaruh yang berasal dari diri manusia, sehingga kita tetap berada dijalan dharma.
-
Anasaka bhiksu menuntun umat manusia hendaknya mengikuti prilaku orang suci yaitu yang tiada mudah terpengaruh harta benda, kesenangan-kesenangan dunia yang ke semuanya itu didapat dengan jalan yang benar sesuai dengan ajaran dharma.
-
Yoga, menuntun umat manusia memiliki konsep konsep tertentu di dalam melakukan langkah-langkah perbuatan sehingga dengan memiliki konsep yang pasti maka pengaruh-pengaruh yang jahat, sulit mempengaruhi orang tersebut dan orang tersebut akan dapat menuju jalan dharma.
Setiap orang menginginkan hidupnya berarti dan lebih bermakna, hendaknya harus berpegang teguh pada dharma. Walaupun hidupnya nampak sederhana, namun mereka memiliki jiwa yang tenang dan penuh bahagia. Bagi mereka yang tiada memiliki prinsip hidup Dharma, maka mereka mudah digoyangkan oleh perbuatan-perbuatan Adharma. Walaupun mereka memiliki harta benda yang berlebihan, namun hatinya penuh dengan penderitaan yang mengancam dirinya karena mereka selalu merasa was-was, yang disebabkan seringnya mereka melakukan perbuatan yang kurang baik terhadap masyarakat dan lingkungannya.
Semua perbuatan yang dilakukan oleh seseorang di dunia akan melekat pada pikiran, dan setelah manusia meninggal, maka yang hancur hanyalah badan kasar, akan tetapi alam pikiran atau Citta yang terdiri dari Budhi, Manah, Ahamkara, Panca Kamendrya dan Panca Jnanendrya dan dibungkus oleh Panca Tanmatra serta diberikan kekuatan hidup oleh atman, maka akan muncul Suksme Sarira atau badan astral. Pada Suksma Sarira inilah segala bekas–bekas perbuatan yang dilakukan semasa hidup akan melekat dan disebut Karma Wasana. Perbuatan yang terdapat dalam Karma Wasana dibagi menjadi dua bagian yakni Subha Karma dan Asubha Karma. Perbuatan Subha Karma membawa atman ke alam sorga, sedangkan perbuatan Asubha Karma akan membawa atman ke alam neraka.
Hindu menghendaki agar umatnya dapat bebas dari belenggu kesengsaraan sehingga mereka memperoleh kebahagiaan yang kekal abadi yang disebut dengan moksa. Untuk itulah para maha bijaksana, para Maha Rsi manyajikan ajaran dharma agar umatnya melakukan ajaran dharma dengan harapan untuk dapat hidup dengan tentram dan bahagia.
Demikian, semoga berguna.
Om Santih, Santih, Santih, Om